Titik Noda Kampus Rahamatan lil ‘Alamin
STAIN Pekalongan merupakan salah satu perguruan tinggi yang cukup dikenal oleh masyarakat Pekalongan dengan kampus Rahmatan lil ‘Alamin hal ini senada dengan visi STAIN Pekalongan yaitu "Pelopor Perguruan Tinggi Agama Islam Berbasis Riset Menuju Kampus Rahmatan Lil 'Alamin".
Namun ada beberapa lapisan masyarakat yang memberi arti singkatan STAIN dengan Sekolah Teori Agama Islam Negeri, mereka agaknya cukup benar jika melihat kondisi real mahasiswa yang dihasilkan maupun yang sedang mengampuh perkuliahan aktif.
Mahasiswa STAIN Pekalongan yang notabene adalah mahasiswa Islam belum bisa menerapkan ciri-ciri seorang muslim kedalam hati maupun raganya. Opini ini muncul memang berdasarkan fakta, mereka mempelajari teori-teori mengenai agama Islam namun sikap keagamaan mereka tidaklah sesuai dengan teori yang dipelajarinya.
Hal ini dilihat dari perilaku yang dimunculkan oleh para mahasiswa STAI N selama berada di kampus maupun di luar kampus, yang tidak menerapkan hadits “annadhofatu minal iman” dimana lingkungan sekitar STAIN masih saja terdapat sampah berserakan, kedisiplinan dari mahasiswa dan dosen masih kurang, tata cara pergaulan dengan yang bukan muhrim dan cara menutup aurat pun masih dinilai kuarang sesuai dengan nilai yang dimiliki seorang muslim.
Jika permasalahan tersebut muncul maka bisa dibilang ada unsur sebab musabab, maka dari itu muncul pertanyaan, mengapa hal tersebut bisa terjadi? Apa yang salah dengan STAIN Pekalongan? Apa pula salah mahasiswa?
Agaknya memang kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya kepada mahasiswa ataupun pihak STAIN, namun setidaknya ada dua titik pokok yang perlu diperhatikan lebih dalam yaitu, isi atau materi perkuliahan dan organisasi & sistem yang ada di STAIN.
Pertama ialah mengenai isi/materi perkuliahan yang ada, bisa dibilang ada beberapa makul yang hanya mengulangi pelajaran di SMA/MA seperti fiqih. Bukankah esensi yang dipelajari harus beda di tiap jenjang pendidikan. Dimana jenjang SD/MI tahap menghafal, SMP/MTs tahap disiplin, SMA/MA tahap hikmah, dan perguruan tinggi tahap filosofi, dan sedikit sekali mata kuliah yang menenpatkan esensi filosofi kedalam silabusnya.
Kemudian organisasi & sistem yang ada, jika dilihat dari jumlah mahasiswa tiap tahun semakin meningkat. Namun apakah kualitas mereka sudah dibilang sesuai? Ini menjadi pertanyaan besar selama ini, banyak diantara para mahasiswa yang tidak mencerminkan mahasiwa STAIN (Islam). Sebagai contoh, ketika ujian tilawah ibadah banyak diantara mereka yang tidak hafal juz ‘amma bahkan dari surat ad dhuha sampai an-nas pun masih banyak tajwid yang salah dan rata-rata mereka mau menghafal karena ada ujian, dan seandainya tidak ada ujian tilawah mungkin sampai lulus pun tidak akan menghafalkan walaupun ia seorang lulusan STAIN. Seharusnya ini diperhatikan karena sistem perekrutan calon mahasiswa sangat berperan penting dalam menentukan kualitas mahasiswa STAIN.
Ada juga sistem sistem evaluasi yang ada, hal ini agak aneh memang. Ketika ada banyak sekali lulusan yang mendapat nilai cumlaude bukan hanya puluhan melainkan ada ratusan. Apakah salah mereka mendapat cumlaude? Apakah sesuai mereka mendapatkan cumlaude? Banyak para mahasiwa mendapatkan nilai A dikarenakan banyak bertanya atau rajin masuk kelas, namun mereka yang mendapat nilai A rata-rata belum menguasai betul materi yang diajarkan. Apakah ini salah mahasiswa atau salah dosen?
Seharusnya mahasiswa itu lulus tepat waktu. Yaitu ketika mahasiswa sudah betul-betul menguasai program pendidikan yang dipilihnya dan sudah mencerminkan ahli dibidangnya. Bukan tepat waktu 4 tahun.
No comments:
Post a Comment