Menghindari Konsumerisme dengan
Menghayati Teori Plato
Ciri utama dalam filsafat plato adalah teori idea (atau bentuk)
yang terus dikembangkannya selama hidupnya. Penjelasan terbaik bagi teori idea
plato adalah penjelasan yang diberikan oleh plato sendiri. Singkatnya plato
menjelaskan bahwa sebagian besar umat manusia seakan-akan hidup dalam sebuah
gua yang remang-remang. Tubuh kita terantai, pandangan kita hanya bisa mengarah
pada sebuah dinding. Sementara itu, sebuah perapian menyala-nyala di belakang
kita. Pada dinding, kita lihat berbagai bayangan yang bergerak-gerak. Hanya
bayang-bayang itulah yang kita lihat. Akibatnya, bayang-bayang itu kita anggap
sebagai realitas. Satu-satunya cara melihat realitas sebenarnya adalah belajar
mengalihkan pandangan dari gua beserta bayangan yang terdapat di sana, lalu
keluar dari gua tersebut.
Dengan penjelasan yang lebih filosofis, plato mempercayai bahwa
segala sesuatu yang kita indera di seputar kita , alas kaki, alat pengangkutan,
pegawai, dan raja serta segala tetek bengek lain dalam kehidupan sehari-hari
hanyalah kenampakan semata. Realitas yang sebenarnya adalah idea-idea atau
bentuk-bentuk yang merupakan asal dari segala kenampakan itu.
Gagasan tentang dunia idea membawa kita pada etika plato. Dengan
bantuan panca indera, kita hanya merasakan kebaikan semu dari dunia sekitar
kita. Hanya dengan bantuan penalaran, barulah kita benar-benar menyadari idea
universal kebaikan yang lebih luas. Dengan kerangka berpikir seperti itu, plato
nampak lebih mementingkan moralitas pencerahan spiritual, ketimbang
aturan-aturan perilaku yang berlaku khusus.
Dunia fisik yang kita rasakan dengan indera adalah suatu keadaan
yang terus-menerus berubah. Sebaliknya, realitas universal idea-idea yang kita
sadari dengan pikiran adalah sesuatu yang tak berubah dan bersifat abadi.
Masing-masing bentuk seperti bulat, lelaki, warna, indah, dan sebagainya
menyerupai semacam pola bagi objek tertentu di dunia. Dengan kata lain, objek
tertentu di dunia hanyalah suatu salinan yang tidak sempurna dan selalu
berubah.
Dunia idea yang universal memiliki suatu hirarki, dimulai dari
bentuk-bentuk yang umum meningkat ke idea-idea abstrak yang langka, dan
akhirnya memuncak pada idea kebaikan sebagai idea tertinggi. Apabila kita
mencoba mengabaikan dunia di sekitar kita yang selalu berubah dan
berkonsentrasi pada realitas idea-idea yang abadi, maka pemahaman kita mampu
mendaki hirarki idea-idea untuk sampai pada suatu pemahaman mistik terhadap
idea-idea keindahan, kebenaran, dan kebaikan tertinggi.
Konsumerisme adalah sebuah ideologi global baru. Konsumerisme merupakan
paham atau aliran atau ideologi dimana seseorang atau kelompok melakukan atau
menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara
berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan
Mereka yang menjadikan ke-konsumtif-annya sebagai gaya hidup adalah mereka
yang secara tidak langsung menganut paham konsumerisme. Bagi banyak orang,
konsumerisme seperti pemburuan prestasi. Konsumerisme bukan soal ada-tidaknya
uang untuk shopping. Pun bukan soal laba besar yang dikeruk melalui permainan
insting konsumen. Berapa dan apapun harganya, mereka yang menganut ideologi ini
pasti akan membayarnya
Konsumerisme dengan teori plato dapat di katakan masih ada
hubungannya satu sama lain. Seperti pernyataan di atas bahwa orang yang sudah
terpengaruhi ideologi konsumerisme akan selalu menerapkan pola hidup konsumtif
dalam kehidupannya dan orang yang sudah terjerumus ke dalam ideologi
komsumerisme menurut teori plato bagaikan orang yang terbelenggu dalam gua dan
tubuhnya terantai yang hanya bisa melihat ke arah pada sebuah dinding serta
hanya bisa melihat bayangan dari orang-orang yang ada di belakangnya. Orang
yang konsumtif mengira bahwa selama ini hidup yang ia jalani merupakan sebuah
kenyataan. Sedangkan menurut teori idea plato, hidup dalam dunia indera ini
hanya sebuah perwujudan dari alam idea, seperti bayangan yang ada di sebuah
dinding gua.
Manusia yang konsumtif pada dasarnya ialah manusia yang sudah
terjebak pada kompleksitas ragam komoditi yang hendak mereka konsumsi, karena
mereka ingin di anggap keberadannya dan di akui ke eksistensinya oleh lingkungan
dengan berusaha menjadi lingkungan tersebut. Kebutuhan untuk di terima dan
menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan mereka mengikuti
berbagai atribut yang sedang populer, dengan berperilaku konsumtif. Seperti
memakai barang-barang yang baru dan bermerk, memakai kendaraan ke sekolah,
pergi ke tempat-tempat mewah untuk bersenang-senang.
Kalau kita kritis arus konsumerisme inilah yang menyebabkan pola
hidup boros. Kita tidak lagi mengontrol produk tapi kitalah yang di kontrol dan
di atur oleh produk-produk tadi, kita di hanyutkan dalam ekstasi konsumsi dan
gaya hidup dalam masyarakat konsumer.
Semua yang ada di dunia ini seluruhnya sudah terkonsep dalam alam
idea, namun perwujudannya di dunia indera ini berbeda-beda satu sama lain. Jika
kita bisa menghayati teori plato bahwa pada dasarnya dunia inderawi yang dimana
kita hidup adalah merupakan perwujudan alam idea dan bukan realita yang
sebenarnya, selalu berubah-rubah serta tidak sempurna karena dunia ini hanya
penampakan semata. Jika kita bisa melepaskan rantai yang membelenggu maka kita
akan sadar dari sifat konsumerisme karena dunia indera ini hanya menghasilan
kebahagiaan semu, dan berpaling ke alam idea yaitu meninggalkan semua sifat
keduniawian dengan tidak konsumtif maka kita akan hidup sesuai dengan tuntunan
alam idea, dan pada akhirnya akan mendapat sebuah kebahagiaan yang sejati,
dimana jiwa akan kembali menyatu dengan alam idea, karena pada dasarnya jiwa
ini berasal dari alam idea dan rindu akan alam idea.
No comments:
Post a Comment