Didikan Guru Cerminan Masa Depan
Negara maju tentunya tidak terlepas dari dunia pendidikan. Semakin tinggi kualitas pendidikan suatu negara, maka semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang dapat memajukan dan mengharumkan negaranya. Sebenarnya, tidak ada perbedaan antara sumber daya manusia antara negara maju dan negara berkembang, yang berbeda hanyalah cara mendidik sumber daya manusia itu sendiri. Hal ini tentunya tidak telepas dari peran seorang guru. Hal yang terpenting namun sering terlupakan dari seorang guru dalam mendidik siswanya adalah kejujuran. Bohong adalah bibit korupsi, dan menyontek adalah perilaku korupsi kecil. Apakah seorang guru yang membiarkan siswanya menyontek telah mendidik siswanya berperilaku jujur? Lihatlah, banyak siswa yang menyontek demi nilai dan tugas terpenuhi tanpa mengerti apa yang mereka kerjakan. Tidak sedikit pula para siswa mengikuti tambahan pada guru mata pelajaran tertentu demi mendapatkan nilai bagus. Banyak guru yang tidak menerangkan, meremehkan siswanya, membiarkan siswanya tidak bisa, mengajarkan siswanya bahwa nilai dapat dibeli dengan uang, dan perilaku yang sering terjadi pada saat siswanya menghadapi UN, yaitu tidak percaya akan kemampuan siswanya.
Nilai adalah sesuatu yang kita peroleh dari perilaku atau usaha kita. Namun, nilai perilaku jarang diperhitungkan. Apakah perilaku pada nilai rapor diberikan sebagaimana mestinya? Rasanya nilai perilaku hanya formalitas terpenuhinya nilai rapor dengan mencantumkan huruf A, B, atau C. Lain halnya dengan nilai mata pelajaran. Apakah kita pernah mendengar syarat mendapat beasiswa adalah nilai kerapihan, kejujuran, kedisiplinan, kerajinan minimal B? Kita lebih sering mendengar, untuk syarat mendapatkan beasiswa minimal nilai marematika, akutansi, geografi, fisika atau nilai eksak lainnya rata-rata 75. Dengan giat, setiap siswa pun akan mengejar angka diatas 75. Bagaimana jika seorang siswa tersebut dihadapkan dengan guru yang pelit? Siswa tersebut akan berjuang mendapatkan nilai diatas 75 dengan menghalalkan segala cara. Banyak siswa yang berpikir, “Belajar sampai malam belum tentu nilainya bagus, kalau open book, pasti jawabannya bagus dan peluang mendapat nilai bagus pun terbuka lebar.” Pernahkah kita membayangkan seorang guru memberikan nilai lebih dari nilai KKM baik untuk siswa yang diremedial ataupun yang tidak? Mungkin semua siswa tidak akan menghalalkan segala cara. Remedial terus menerus sampai mendapat nilai sesuai KKM tidak salah, tetapi memberikan 3 poin diatas nilai KKM sebagai nilai perjuangan remedial, apa salahnya?
Seorang guru berhak memberikan nilai pada siswanya dan memberi tahu kriteria penilaiannya. Tapi apakah seoarang guru pernah mengajarkan bagaimana seorang siswa harus berjuang demi mendapat nilai darinya? Mungkin ada sebagian guru yang mengajarkan itu semua, tapi seorang siswa juga memperhitungkan kebiasaan guru tersebut. Jika guru itu malas membaca tugas para siswa dan hanya membubuhkan tanda tangan sebagai pengahargaan bagi usaha siswa mengerjakan tugas, para siswa juga cenderung mengerjakan tugas dengan asal-asalan dan menyalinnya dari internet atau temannya tanpa mereka mengerti apa yang mereka salin. Sebenarnya apa tujuan guru memberi tugas tersebut? Untuk nilai atau agar siswanya mengerti materi yang ditugaskan? Kebanyakan para siswa akan memilih pekerjaan instan, yaitu menyalin. Apa bedanya tanda tangan yang diberikan guru untuk tugas seorang siswa yang menyalin tugasnya dari teman dengan hasilnya sendiri? Apa istimewanya tanda tangan yang diberikan guru untuk tugas yang dikerjakan asal-asalan dengan tugas yang dikerjakan sungguh-sungguh hingga mereka mengerti?
Begitu sulit nilai yang harus kita kejar, begitu sulit nilai yang guru berikan pada kita, dan betapa sering kita kecewa akan nilai yang kita peroleh. Tidak jarang orang tua yang rela mengeluarkan uang agar anaknya mendapat nilai yang bagus dengan mengikuti tambahan. Dan tidak heran pula apabila guru mengadakan tambahan bagi siswanya. Tidak ada yang salah dengan guru yang memberikan tambahan pada siswanya, yang salah adalah seorang guru yang memberikan nilai lebih dan membocorkan soal dan jawaban ulangan pada siswa yang mengikuti tambahan dengannya. Sebenarnya tujuan guru memberikan tambahan untuk apa? Untuk mendapatkan uang atau membantu siswanya untuk lebih mengerti pelajaran? Tujuan siswa mengikuti tambahan itu untuk apa? Untuk mendapat nilai bagus atau lebih mengerti pelajaran. Kita dididik dengan cara yang salah, dan dengan cara yang salah pula kita akan membangun masa depan yang baik untuk diri kita sendiri tanpa mementingkan orang lain.
Guru yang baik akan menghargai kekurangan dan kelebihan siswanya. Dan guru yang mendukung siswanya adalah guru yang percaya akan kemampuan siswanya. Guru yang membocorkan soal ulangan atau mengerjakan soal UN lalu menyebarluaskan kunci jawabannya kepada siswanya, berarti guru tersebut tidak percaya dengan kemampuan siswanya dan kemampuan dirinya dalam mengajar. Seharusnya guru percaya pada siswanya bahwa mereka bisa dan pasti bisa. Dengan membocorkan kunci jawaban atau membocorkan soal, sama saja dengan membuat para siswa berpikir betapa sulitnya soal UN hingga para guru turun tangan dan para guru mengajarkan siswanya untuk tidak jujur. Memang dibalik kesulitan itu pasti akan ada kemudahan. Tapi mendapatkan kunci jawaban bukanlah kemudahan yang dimaksud. Itu semua mengajarkan kita untuk berbuat tidak jujur dan tidak percaya dengan kemampuan kita sendiri dan menyia-nyiakan alat indra yang Tuhan kasih kepada kita.
Kejujuran memang pahit, tapi akan indah di akhir. Kejujuran memang datang dari diri sendiri dan untuk diri sendiri pula, tapi tidak ada salahnya mencontohkan kejujuran untuk orang lain dan mendidiknya untuk berperilaku jujur. Betapa indahnya negara ini berkembang dengan kejujuran. Tidak ada korupsi dan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” dapat berarti sesuai dengan arti yang sebenarnya. Tidak ada yang salah dengan kondisi bangsa ini karena semenjak bersekolah kita mencontohkan perilaku yang tidak jujur dan dididik untuk tidak jujur. Lihatlah, ilmu yang kita cari tidak bisa mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Uang yang kita pakai untuk memperoleh nilai ini tidak dapat mengantarkan bangsa ini menjadi bangsa yang maju. Dan nilai yang kita peroleh tak pernah bisa menggeser negara maju nomor 1 di dunia, tetapi nilai yang kita peroleh telah mengantarkan bangsa ini menjadi negara korupsi peringkat ke 4 di dunia. Walaupun kejujuran tak pernah bisa menggeser negera maju nomor 1 di dunia dan mengantarkan negara ini menjadi negara maju, tetapi setidaknya kejujuran dapat membuat bangsa ini menjadi bangsa yang makmur dan sejahtera.