Wednesday, March 4, 2015

Semangat Narapidana Tegakkan Risalah Islam



SANTRI
(Semangat Narapidana Tegakkan Risalah Islam)

            Narapidana”, mendengar kata tersebut di benak kita tentu yang muncul adalah kesan negatif yang dialamatkan kepadanya karena identik dengan perbuatan kriminal (melanggar hukum) yang telah dilakukan. Namun kesan tersebut berhasil dirubah oleh para narapidana di Lapas Kelas II A Pekalongan, terutama sejak didirikanya Pondok Pesantren Darul Ulum pada tanggal 4 November 2013 atau bertepatan dengan 1 Muharram 1435 H. Narapidana yang beragama Islam banyak yang mengikuti kegiatan di pondok pesantren berbasis Tahfidzul Qur’an tersebut, tentu saja status narapidana berganti menjadi santri, meskipun dua status tersebut masih mereka sandang sekarang namun secara aktifitas keseharian mereka lebih mencerminkan jatidiri seorang santri dimana dari pagi hari hingga malam sebelum tidur semuanya mereka isi dengan kegiatan keagamaan.
            Dengan bimbingan dari ustadz ulum (pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum), para santri sudah dibangunkan sejak jam 3 pagi untuk shalat tahajud, mujahadah, tadarus, shalat subuh berjamaah, taklim kitab fadhillah amal dan kuliah subuh, mereka lakukan hingga jam 6 pagi. Setelah itu jam 9 pagi mereka harus sudah ada di masjid At-Taubah Lapas Kelas II A Pekalongan, disana mereka ada yang membentuk halaqah Iqro’, Tajwid, Tadarus Al-Qur’an, Tahfidz maupun shalat dhuha, hingga jam 11 siang mereka kemudian mengikuti ceramah keagamaan yang diisi dari Kemenag dan dilanjut shalat dhuhur berjamaah. Pembelajaran mereka lanjutkan setelah shalat ashar dengan membentuk halaqah serupa sampai menjelang maghrib kemudian mereka tadarus sambil menyiapkan setoran hafalan kepada ustadz Ulum setiap bakda maghrib. Mereka beristirahat setelah sesi mudzakarah bakda isya sekitar jam 8 malam. Para santri melakukanya dengan penuh antusias dan semangat sehingga amalan-amalan masjid hidup dan banyak narapidana yang tertarik mengikuti kegiatan tersebut.
            Tak heran jika narapidana yang dulunya belum pernah mengenal agamapun tanpa rasa minder mereka mendaftarkan diri menjadi santri meskipun harus belajar dari awal mengenal huruf-huruf hijaiyah namun mereka memiliki semangat untuk mempelajari agama Islam. Maka kalau dulu Masjid Nabawi menjadi saksi suku-suku dan bangsa-bangsa masuk Islam, di Masjid At-Taubah Lapas Kelas II A Pekalongan kita akan melihat narapidana yang sebelumnya menghiasi diri dengan atribut tato di badanya kemudian menghiasi dirinya dengan belajar membaca Al-Qur’an. Orang-orang yang dulunya ahli maksiat sekarang menjadi ahli ta’at. Lapas sebagai tempat pembinaan narapidana menjadi pencetak orang-orang yang punya semangat menghafal Al-Qur’an, hingga banyak santri yang sudah hafal hingga 2 sampai 8 juz. kini kegiatan di pondok pesantren tersebut semakin digalakan, tidak hanya santri saja, seluruh narapidana yang beragama Islam diwajibkan untuk mengikuti shalat berjamaah di masjid At-Taubah, bahkan jika sedang terjadi robb maka narapidana terpaksa menuju masjid dengan menggunakan sepatu boot. sehingga ketika datang waktu shalat maka masjidpun penuh dengan jamaah hingga ke teras masjid. Pemandangan ini banyak menarik perhatian hingga di kalangan luar Lapas, baik dari akademisi, pemerintah bahkan artis dan musisi.
            Dari kalangan akademisi mulai banyak mahasiswa dan dosen yang melakukan kajian riset disana termasuk dari STAIN Pekalongan dan STIKAP Kabupaten Pekalongan, pemerintah kota pekalongan sendiri mendukung penuh kegiatan pondok pesantren di dalam Lapas Kelas II A Pekalongan tersebut dengan turut menganggarkan APBD kota pekalongan sebesar Rp.25.000.000., untuk operasional kegiatan pondok, sementara Kemenag memberikan tenaga pengajar disana, bahkan Bupati Kabupaten Batang (Yoyok), pernah mengisi kajian dan motivasi bagi para santri untuk lebih giat belajar dan mendalami Agama Islam. Dari kalangan artis dan musisi seperti Sakti (ex Sheila On7), Deri Sulaiman (ex Gitaris Metal), Sunu (Matta Band) dan Ray (Nine Ball) pernah datang ke Lapas untuk mengisi acara Maulidurrasul. Termasuk Ustadz Yusuf Mansyur yang terkesan setelah mendengar laporan dari Pondok Pesantren Darul Qur’an semarang (Pondok pesantren yang dipimpin oleh ustadz Yusuf Mansyur) setelah berkunjung ke Lapas Kelas II A Pekalongan, maka ustadz Yusuf Masyur segera mengundang salah seorang santri di Lapas tersebut untuk mengikuti Wisuda Akbar Pondok Pesantren Darul Qur’an di Gelora Bungkarno Jakarta, hanya saja santri tersebut tidak bisa memenuhi undangan tersebut karena masalah administrasi yang tidak bisa mengizinkannya untuk keluar dari Lapas. Semua dukungan tersebut membuat para santri semakin semangat untuk belajar dan mengamalkan agama Islam serta menyesali perbuatan maksiat yang telah dilakukanya.
            Agama telah  merubah pandangan dan cara hidup narapidana di Lapas Kelas II A Pekalongan. Banyak narapidana yang bercita-cita ingin menjadi ustadz atau da’i karena ingin mengabdikan dirinya untuk agama, ada yang ingin segera memondokkan anaknya agar menjadi anak yang sholih/sholihah, ada yang ingin menjadi Hafidz Qur’an dan sebagainya. Agama menjadi mudah diamalkan karana semangat yang mereka miliki bahkan di tempat yang memiliki kesan negatif seperti di Lapas tidak menjadi penghalang bagi mereka. Ada satu motto hidup yang selalu ditanamkan dalam diri para santri agar semangat dalam mengamalkan agama:  “Hidup dalam Dakwah, Dakwah sampai Mati, Mati dalam Dakwah”
karya Khairul Anam (mahasiswa STAIN Pekalongan semester 8)

DIARY 3

KASIH Kadang saya masih saja tak mengerti, perasaan apa yang ada dalam diri seorang manusia. Perasaan unik yang dapat menjadikan ia ...